Senin, 29 Oktober 2012

Undang-undang Perkoperasian

RANCANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR …  TAHUN  …
TENTANG
KOPERASI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:
a.  bahwa  Koperasi  merupakan  wadah  usaha  bersama  yang  ditujukan  untuk  memenuhi  aspirasi  dan
kebutuhan  ekonomi  anggota  serta  memiliki  peran  strategis  dalam  tata  ekonomi  nasional  yang
berdasarkan  asas  kekeluargaan  dan  demokrasi  ekonomi  dalam  rangka  mewujudkan  masyarakat
yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
b.  bahwa  pengembangan  dan  pemberdayaan  Koperasi  didasarkan  pada  nilai  dan  prinsip  Koperasi,
sehingga tumbuh menjadi kuat, sehat, dan mandiri serta tangguh dalam menghadapi perkembangan
tata ekonomi nasional dan global yang semakin dinamis dan penuh tantangan;
c.  bahwa  penyelenggaran  Koperasi  perlu  disesuaikan  dengan  perkembangan  dan  kebutuhan
masyarakat  serta    prinsip  dan  nilai  koperasi  yang  berlaku  secara  internasional  sehingga  Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian perlu diganti; 
d.  bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b,  dan huruf c, perlu 
membentuk Undang-Undang tentang Koperasi;
Mengingat :
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :           UNDANG-UNDANG TENTANG KOPERASI.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :
1.  Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi
dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan perusahaan yang
memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama  di bidang ekonomi, sosial dan budaya sesuai dengan 
nilai dan prinsip Koperasi.
2.  Koperasi Primer adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang perseorangan.
3.  Koperasi Sekunder adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan badan hukum Koperasi.
4.  Gerakan Koperasi adalah keseluruhan organisasi Koperasi dan kegiatan perkoperasian yang bersifat
terpadu menuju tercapainya cita-cita bersama Koperasi.
5.  Rapat  Anggota adalah  perangkat  organisasi  Koperasi  yang  memegang  kekuasaan  tertinggi dalam
Koperasi dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada Pengawas dan Pengurus. 2

6.  Pengawas  adalah  perangkat  organisasi  Koperasi  yang  bertugas  mengawasi  pengurusan  Koperasi
yang dilaksanakan oleh Pengurus dan memberikan nasehat kepada Pengurus.
7.  Pengurus adalah perangkat  organisasi Koperasi yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan
Koperasi untuk kepentingan dan tujuan Koperasi serta mewakili Koperasi baik di dalam maupun di
luar pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar.
8.  Iuran Masuk adalah sejumlah uang, yang wajib dibayar oleh seseorang atau badan hukum koperasi
pada saat yang bersangkutan mengajukan permohonan keanggotaan pada suatu Koperasi.
9.  Saham Koperasi adalah bukti penyertaan Anggota Koperasi dalam modal Koperasi.
10.  Hibah adalah  pemberian uang atau barang kepada Koperasi  dengan sukarela tanpa imbalan jasa,
sebagai modal usaha
11.  Modal  Penyertaan  adalah  penyetoran  modal    pada  Koperasi  berupa  uang  dan/atau  barang  yang
dapat  dinilai  dengan  uang,  yang  disetorkan  oleh  setiap  pihak  untuk  menambah  dan  memperkuat
permodalan Koperasi guna meningkatkan kegiatan usahanya.
12.  Simpanan  adalah  sejumlah  uang  tertentu  yang  diserahkan  kepada  Koperasi  atas  kehendak
penyimpan dan dapat diambil sewaktu-waktu sesuai perjanjian.
13.  Surplus Hasil Usaha adalah pendapatan Koperasi yang diperoleh dalam satu tahun buku dikurangi
dengan pengeluaran atas berbagai beban usaha, dan pajak setelah ditambah pendapatan luar biasa
atau dikurangi kerugian luar biasa.
14.  Lembaga  Gerakan  Koperasi  adalah  organisasi  yang  didirikan  dari  dan  oleh    Koperasi  untuk
memperjuangkan kepentingan dan menyalurkan aspirasi Koperasi.
15.  Koperasi  Simpan  Pinjam  adalah  Koperasi  yang  menjalankan  usaha  simpan  pinjam  sebagai  satu-
satunya kegiatan usaha.
16.  Hari adalah hari kalender.
17.  Pengadilan adalah pengadilan negeri.
18.  Menteri adalah menteri yang membidangi urusan pemerintahan di bidang Koperasi.
Pasal  2
(1)  Nilai yang mendasari kegiatan Koperasi yaitu:
a.  kekeluargaan;
b.  menolong diri sendiri;
c.  bertanggung jawab ;
d.  demokrasi;
e.  persamaan; dan
f.  keadilan.
(2)  Nilai yang diyakini anggota Koperasi yaitu :
a.  kejujuran;
b.  keterbukaan;
c.  tanggung jawab; dan
d.  kepedulian terhadap orang lain.
Pasal 3
Koperasi melaksanakan Prinsip Koperasi sebagai berikut: 
a.  keanggotaan Koperasi bersifat sukarela dan terbuka;
b.  pengawasan oleh anggota diselenggarakan secara demokratis;
c.  anggota berpartisipasi aktif dalam kegiatan ekonomi Koperasi;
d.  Koperasi merupakan perusahaan swadaya yang otonom, dan independen; 3

e.  Koperasi  menyelenggarakan  pendidikan  dan  pelatihan  bagi  anggota,  Pengawas,  Pengurus,  dan
karyawannya  serta  memberikan  informasi  kepada  masyarakat  tentang  jati  diri,  kegiatan,  dan
kemanfaatan Koperasi;
f.  Koperasi melayani anggotanya sebaik mungkin dan memperkuat Gerakan Koperasi dengan bekerja
sama melalui jaringan kegiatan pada tingkat lokal, nasional, regional, dan internasional; dan
g.  Koperasi  bekerja  untuk  pembangunan  berkelanjutan  bagi  lingkungan  dan  masyarakatnya  melalui
kebijakan yang disepakati oleh anggota.
Pasal 4
Koperasi  mempunyai  perangkat    organisasi  Koperasi  yang  terdiri  atas  Rapat  Anggota,  Pengawas  dan
Pengurus.
Pasal 5
(1)  Koperasi  mempunyai  tempat  kedudukan  di  wilayah  Negara  Kesatuan  Republik  Indonesia    yang
ditentukan dalam Anggaran Dasar.
(2)  Wilayah keanggotaan Koperasi ditentukan dalam Anggaran Dasar.
Pasal 6
(1)  Koperasi Primer mempunyai nama dengan mencantumkan nama  wilayah administrasi pemerintahan
tempat kedudukan Koperasi. 
(2)  Koperasi sekunder mempunyai nama dengan  mencantumkan kata “pusat”, “gabungan”, atau “induk”
di awal,  di tengah, atau di akhir nama suatu Koperasi Sekunder.
(3)  Tempat  kedudukan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  sekaligus  merupakan  kantor  pusat
Koperasi.
(4)  Koperasi mempunyai alamat lengkap di tempat kedudukannya.
(5)  Dalam  semua  surat  menyurat,  pengumuman  yang  diterbitkan  oleh  Koperasi,  barang  cetakan,  dan
akta dalam hal Koperasi menjadi pihak harus menyebutkan nama dan alamat lengkap Koperasi.
Pasal 7
Koperasi didirikan untuk jangka waktu yang ditentukan dalam Anggaran Dasar.
Pasal 8
Terhadap  Koperasi  berlaku  Undang-Undang  ini,  Anggaran  Dasar  Koperasi,  dan  peraturan  perundang-
undangan lainnya.
BAB II
PENDIRIAN,  PERUBAHAN ANGGARAN DASAR
DAN PENGUMUMAN
Bagian Kesatu
Pendirian
Pasal 9
(1)  Koperasi  Primer  didirikan  oleh  paling  sedikit  20  (dua  puluh  )  orang  perseorangan  dengan
memisahkan sebagian kekayaan pendiri atau anggota sebagai modal awal Koperasi.
(2)  Koperasi  Sekunder  didirikan  oleh  paling  sedikit  3  (tiga)  Koperasi  dengan  memisahkan  sebagian
kekayaan Koperasi pendiri atau anggota sebagai modal awal Koperasi.
Pasal 10
Pendirian  Koperasi  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  9  dilakukan  dengan  akta  notaris  dan  dibuat
dalam bahasa Indonesia.
(Cat. Istilah akta pendirian, kuhusus dimaksudkan dalam rangka pendirian koperasi.
Akta notaris, khusus dimaksudkan dalam rangka perubahan anggaran dasar)
Pasal 11 4

(1)  Akta  pendirian  memuat  Anggaran  Dasar  dan  keterangan  lain  yang  dianggap  perlu,  sekurang-
kurangnya :
a.  nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, tempat tinggal, dan pekerjaan pendiri perseorangan atau
nama,  tempat kedudukan dan alamat lengkap serta nomor dan tanggal pengesahan badan hukum
Koperasi pendiri; dan
b.  susunan, nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, tempat tinggal, dan pekerjaan anggota Pengawas
dan anggota Pengurus yang pertama kali diangkat.
(2)  Dalam  pembuatan  akta  pendirian  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1),  seorang  pendiri  dapat
diwakili oleh pendiri lain berdasarkan surat kuasa.
Pasal 12
(1)  Koperasi memperoleh status badan hukum setelah akta notaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal
10  disahkan oleh  Menteri.
(2)  Dalam  hal  setelah  Koperasi  disahkan,  anggotanya  berkurang  dari  jumlah  sebagaimana  dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1) atau ayat (2) maka dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak
keadaan tersebut koperasi yang bersangkutan wajib memenuhi jumlah minimal keanggotaan. 
(3)  Setelah  melampaui  jangka  waktu  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2),  anggota  koperasi  tetap
kurang dari jumlah minimal keanggotaan, maka anggota Koperasi bertanggung jawab secara pribadi
atas  segala  perikatan  atau  kerugian  yang  terjadi  dan  Koperasi  tersebut  wajib  dibubarkan  oleh
Menteri.
Pasal 13
(1)  Akta pendirian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 diajukan oleh para pendiri secara bersama-
sama  atau  kuasanya  dengan  mengajukan  permohonan  tertulis  kepada  Menteri  untuk  memperoleh
pengesahan.
(2)  Pengesahan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  diberikan  dalam  jangka  waktu  paling  lama  60
(enam puluh) hari terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan.
Pasal 14
Apabila  permohonan  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  13  ayat  (1)  tidak  sesuai  dengan  ketentuan
peraturan perundang-undangan, dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya
permohonan, Menteri harus menolak permohonan secara tertulis disertai alasannya.
Pasal 15
(1)  Terhadap penolakan permohonan pengesahan akta pendirian sebagaimana dimaksud dalam Pasal
14,  para  pendiri  atau  kuasanya  dapat  mengajukan  permohonan  ulang  dalam  jangka  waktu  paling
lama 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya penolakan.
(2)  Keputusan terhadap pengajuan permohonan ulang diberikan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari
sejak diterimanya pengajuan permohonan ulang.
(3)  Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan keputusan pertama dan terakhir.
Pasal 16
(1)  Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) memuat sekurang-kurangnya :
a.  nama dan tempat kedudukan;
b.  tujuan, kegiatan usaha dan jenis Koperasi;
c.  jangka waktu berdirinya Koperasi;
d.  ketentuan mengenai modal Koperasi;
e.  tata cara pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian Pengawas dan Pengurus;
  hak dan kewajiban anggota Pengawas dan Pengurus; 
f.  ketentuan mengenai keanggotaan;
g.  ketentuan mengenai Rapat  Anggota; 5

h.  ketentuan mengenai penggunaan surplus hasil usaha;
i.  ketentuan mengenai perubahan Anggaran Dasar;
j.  ketentuan mengenai pembubaran; 
k.  ketentuan mengenai sanksi;  dan
l.  ketentuan mengenai tanggungan anggota.
(2)  Anggaran  Dasar  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  tidak  boleh  memuat  ketentuan  tentang
pemberian manfaat pribadi kepada pendiri atau pihak lain.
Pasal 17
(1)  Koperasi tidak boleh memakai nama yang:
a.  telah dipakai secara sah oleh Koperasi lain dalam satu kabupaten atau kota;
b.  bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan;
c.  sama atau mirip dengan nama lembaga negara, lembaga pemerintah, atau lembaga internasional,
kecuali mendapat izin dari yang bersangkutan;
d.  tidak sesuai dengan tujuan dan kegiatan usaha atau hanya menunjukkan tujuan Koperasi saja tanpa
nama diri; atau
e.  terdiri dari angka atau rangkaian angka.
(2)  Nama Koperasi Primer harus didahului dengan kata “Koperasi” dan diakhiri dengan kata ”(Prim)”. 
(3)  Nama Koperasi Sekunder harus memuat kata ”Koperasi” dan diakhiri dengan kata ”(Skd)”.
(4)  Kata Koperasi dilarang digunakan oleh badan usaha yang didirikan tidak menurut ketentuan Undang-
Undang ini.
(5)  Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemakaian nama Koperasi diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 18
(1)  Koperasi  wajib  mempunyai  tujuan  dan  kegiatan  usaha  sesuai  dengan  jenis  koperasi  yang  harus
dicantumkan dalam Anggaran Dasar Koperasi.
(2)  Tujuan  dan  kegiatan  Koperasi  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  disusun  sesuai  dengan
kebutuhan  ekonomi  anggota  dan  jenis  Koperasi  dengan  memperhatikan  peraturan  perundang-
undangan.
Bagian Kedua
Perubahan Anggaran Dasar
Pasal 19
(1)  Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dapat diubah oleh Rapat Anggota
apabila  dihadiri  oleh  paling  sedikit  2/3  (dua  per  tiga)  bagian  dari  jumlah  anggota  Koperasi  dan
disetujui oleh lebih dari ½ (satu per dua) bagian dari jumlah anggota yang hadir.
(2)  Usul perubahan Anggaran Dasar dilampirkan dalam surat undangan kepada anggota.
(3)  Perubahan Anggaran Dasar tidak dapat dilakukan pada saat Koperasi dinyatakan pailit berdasarkan
peraturan perundang-undangan, kecuali atas persetujuan pengadilan.
(4)  Perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan akta notaris dan
dibuat dalam bahasa Indonesia.
Pasal 20
(1)  Perubahan    Anggaran  Dasar  yang  berkaitan  dengan  hal  tertentu  harus  mendapat  persetujuan
Menteri.
(2)  Hal tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.  nama;
b.  tempat kedudukan; 6

c.  wilayah keanggotaan;
d.  tujuan;
e.  kegiatan usaha; dan
f.  jangka waktu berdirinya Koperasi apabila Anggaran Dasar menetapkan jangka waktu tertentu.
(3)  Perubahan  Anggaran Dasar selain yang berkaitan  dengan hal sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
cukup diberitahukan kepada Menteri dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak akta perubahan
Anggaran Dasar dibuat.
Pasal 21
(1)   Perubahan  Anggaran  Dasar  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  20  ayat  (1) mulai  berlaku  sejak
tanggal persetujuan Menteri.
(2)  Perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) berlaku sejak tanggal
diterimanya pemberitahuan akta perubahan Anggaran Dasar tersebut oleh  Menteri.
Pasal 22
Permohonan persetujuan atas perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat
(1) ditolak apabila:
a.  bertentangan dengan ketentuan mengenai tata cara perubahan Anggaran Dasar;
b.  isi  perubahan  Anggaran  Dasar  bertentangan  dengan  peraturan  perundang-undangan,  ketertiban
umum dan/atau kesusilaan; dan 
c.  ada  keberatan  dari  kreditor  yang  kepentingannya  dirugikan  sebagai  akibat  diubahnya  Anggaran
Dasar mengenai pendanaan.
Pasal 23
Ketentuan  mengenai  tata  cara  pengajuan  permohonan  persetujuan  perubahan  Anggaran  Dasar  dan
penolakan atas perubahan Anggaran Dasar dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13, Pasal 14 dan Pasal 15.
Bagian Ketiga
Pengumuman
Pasal 24
(1 )  Akta pendirian beserta  nama Pengawas dan Pengurus Koperasi yang bersangkutan dan perubahan
Anggaran Dasar Koperasi yang telah disahkan  oleh Menteri, wajib diumumkan dalam  Berita Negara
Republik Indonesia.
(2)  Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri.
Pasal 25
(1)  Menteri menyelenggarakan Daftar Umum Koperasi.
(2)  Daftar Umum Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit mencantumkan:
a.  nama  dan  tempat  kedudukan,  dan  kegiatan  usaha,  jangka  waktu  pendirian,  sumber  pendanaan,
nama Anggota Pengawas dan Pengurus Koperasi;
b.  alamat lengkap Koperasi;
c.  nomor dan tanggal akta pendirian serta nomor dan tanggal surat pengesahan Menteri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1);
d.   nomor  dan  tanggal  akta  perubahan  Anggaran  Dasar  dan  surat  persetujuan  Menteri  sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1);
e.  nomor  dan  tanggal  akta  perubahan  Anggaran  Dasar  yang  telah  diberitahukan  kepada  Menteri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3);
f.  nama dan tempat kedudukan Notaris yang membuat akta pendirian dan akta perubahan Anggaran
Dasar; dan 7

g.  nomor dan tanggal akta pembubaran yang telah diberitahukan kepada Menteri.
(3)  Daftar Umum Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbuka untuk umum.
(4)  Ketentuan lebih lanjut mengenai Daftar Umum Koperasi diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB III
KEANGGOTAAN
Pasal 26
(1)  Anggota koperasi merupakan pengguna  jasa Koperasi.  
(2)  Keanggotaan koperasi dicatat dalam buku Daftar Anggota
Pasal 27
(1)  Anggota  Koperasi  Primer  ialah  orang  perseorangan  yang  mampu  melakukan  tindakan  hukum,
mempunyai kesamaan kepentingan ekonomi, bersedia menggunakan jasa Koperasi dan memenuhi
persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
(2)  Anggota Koperasi Sekunder ialah Koperasi  yang mempunyai kesamaan kepentingan ekonomi dan
memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
Pasal 28
(1)  Keanggotaan Koperasi dapat diperoleh atau diakhiri setelah persyaratan sebagaimana diatur dalam
Anggaran Dasar dipenuhi.
(2)  Keanggotaan Koperasi tidak dapat dipindahtangankan.
Pasal 29
(1)  Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) mempunyai kewajiban :
a.  mematuhi Anggaran Dasar, anggaran rumah tangga, dan keputusan Rapat Anggota;
b.  berpartisipasi dalam kegiatan usaha  yang diselenggarakan oleh Koperasi;dan
c.  mengembangkan dan memelihara nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
(2)  Anggota mempunyai hak :
a.  menghadiri, menyatakan pendapat, dan memberikan suara dalam Rapat Anggota;
b.  mengemukakan pendapat atau saran kepada Pengurus di luar Rapat Anggota baik diminta atau tidak.
c.  memilih dan/atau dipilih menjadi anggota Pengawas dan Pengurus;
d.  meminta diadakan Rapat Anggota menurut ketentuan dalam Anggaran Dasar;
e.  memanfaatkan jasa yang disediakan oleh Koperasi;
f.  mendapat keterangan mengenai perkembangan Koperasi sesuai dengan ketentuan dalam Anggaran
Dasar; dan
g.  mendapatkan surplus hasil usaha Koperasi dan kekayaan sisa hasil penyelesaian Koperasi.
Pasal 30
(1)  Koperasi Primer dapat menerima anggota luar biasa.
(2)  Anggota Luar Biasa dalam Koperasi Primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan orang
perseorangan yang mampu melakukan tindakan hukum dan bersedia menggunakan jasa Koperasi
tetapi tidak dapat memenuhi persyaratan keanggotaan sesuai Anggaran Dasar Koperasi.
(3)  Anggota luar biasa mempunyai kewajiban menjaga nama baik Koperasinya.
(4)  Anggota luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya mempunyai hak:
a.  menghadiri dan menyatakan pendapat dalam Rapat Anggota;
b.  memanfaatkan jasa yang disediakan oleh Koperasi; dan
c.  mendapat keterangan mengenai perkembangan Koperasi sesuai dengan ketentuan dalam Anggaran
Dasar. 8

(5)  Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, hak  dan kewajiban anggota luar biasa diatur dalam
Anggaran Dasar.
BAB IV
RAPAT ANGGOTA
Pasal 31
Rapat Anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam Koperasi.
Pasal 32
Rapat anggota mempunyai wewenang :
a.  menetapkan kebijakan umum Koperasi ; 
b.  mengubah Anggaran Dasar;
c.  memilih, mengangkat dan memberhentikan Pengawas dan Pengurus;
d.  menetapkan rencana kerja, rencana anggaran pendapatan dan belanja Koperasi;
e.  menetapkan batas maksimum pinjaman yang dapat dilakukan oleh Pengurus untuk dan atas nama
Koperasi;
f.  meminta  keterangan  dan  mengesahkan  pertanggungjawaban  Pengawas  dan  Pengurus  dalam
pelaksanaan tugasnya; 
g.  menetapkan pembagian surplus hasil usaha;
h.  memutuskan penggabungan, peleburan, kepailitan, dan pembubaran Koperasi; dan
i.  menetapkan keputusan lain dalam batas yang ditentukan oleh Undang-Undang ini.
Pasal 33
(1)  Rapat anggota diselenggarakan oleh Pengurus
(2)  Kuorum kehadiran Rapat Anggota diatur dalam Anggaran Dasar.
(3)  Undangan  kepada  anggota  untuk  menghadiri  Rapat  Anggota  dikirim  oleh  Pengurus  selambat-
lambatnya 14 (empat belas) hari sebelum Rapat Anggota diselenggarakan.
(4)  Undangan dilakukan dengan surat yang mencantumkan antara lain tanggal, waktu, tempat, dan acara
Rapat Anggota disertai pemberitahuan bahwa bahan yang akan dibicarakan dalam Rapat Anggota
tersedia  di kantor Koperasi .
Pasal 34
(1)  Keputusan Rapat Anggota diambil berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat.
(2)  Apabila  tidak  diperoleh  keputusan  melalui  cara  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  maka
keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.
(3)  Dalam pemungutan suara setiap anggota mempunyai hak satu suara.
(4)  Hak  suara  pada  Koperasi  Sekunder  diatur  secara  demokratis  dengan  mempertimbangkan  jumlah
anggota dan partisipasi usaha Koperasi anggota secara adil.
Pasal 35
(1)  Rapat Anggota diselenggarakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
(2)  Rapat  Anggota  untuk  mengesahkan  pertanggungjawaban  Pengurus  diselenggarakan  selambat-
lambatnya 5 (lima) bulan setelah tahun buku Koperasi ditutup.
(3)  Dalam  hal  Koperasi  tidak  menyelenggarakan  Rapat  Anggota  dalam  jangka  waktu  sebagaimana
dimaksud  pada  ayat  (2),  Menteri  dapat  memerintahkan  Koperasi  untuk  menyelenggarakan  Rapat
Anggota, 
Pasal 36
(1)  Dalam Rapat Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) diajukan Laporan Tahunan
yang berisi dokumen sebagai berikut:
a.  laporan mengenai keadaan dan jalannya Koperasi serta hasil yang telah  dicapai; 9

b.  rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan Koperasi;
c.  perhitungan tahunan yang sekurang-kurangnya terdiri dari neraca akhir dan perhitungan hasil usaha
tahun buku yang bersangkutan serta penj.elasan atas dokumen tersebut;
d.  laporan Pengawas;
e.  nama anggota Pengawas dan Pengurus; dan
f.  besar imbalan bagi anggota Pengawas serta gaji dan tunjangan lain bagi anggota Pengurus.
(2)  Perhitungan  tahunan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  huruf  c  dibuat  berdasarkan  Standar
Akuntansi Keuangan yang berlaku.
(3)  Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dilaksanakan, Pengurus wajib
memberikan penjelasan dan alasannya.
(4)  Perhitungan tahunan dalam bentuk laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
ditandatangani oleh semua anggota Pengurus.
Pasal 37
(1)  Laporan  tahunan  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  36  ditanda  tangani    oleh  semua  anggota
Pengurus.
(2)  Apabila salah seorang anggota Pengurus tidak menandatangani laporan tahunan tersebut, anggota
yang bersangkutan harus menjelaskan alasannya secara tertulis.
Pasal 38
Persetujuan  terhadap  laporan  tahunan,  termasuk  pengesahan  perhitungan  tahunan,  merupakan
penerimaan pertanggungjawaban Pengurus oleh Rapat Anggota.  
Pasal 39
(1)   Laporan  tahunan  Koperasi  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  36  ayat  (1)  harus  diaudit  oleh
Akuntan Publik apabila :
a.  diminta oleh Menteri ; dan/atau
b.  Rapat Anggota menghendakinya.
(2)   Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi, pengesahan laporan tahunan
oleh Rapat Anggota dinyatakan tidak sah.
Pasal 40
Rapat Anggota dianggap sah apabila diselenggarakan sesuai dengan persyaratan dan  tata cara Rapat
Anggota yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
Pasal 41
(1)  Selain Rapat Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35, Koperasi dapat menyelenggarakan
Rapat  Anggota  Luar  Biasa  apabila  keadaan  mengharuskan  adanya  keputusan  segera  yang
wewenang pengambilannya ada pada Rapat Anggota.
(2)  Penyelenggaraan Rapat Anggota Luar Biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas
prakarsa Pengurus atau atas permintaan sekurang-kurangnya 1/5 (satu per lima) jumlah anggota.
(3)  Permintaan  anggota  kepada  Pengurus  untuk  menyelenggarakan  Rapat  Anggota  Luar  Biasa
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan secara tertulis dengan disertai alasan dan daftar tanda
tangan anggota.
(4)  Rapat  Anggota  Luar  Biasa  yang  diselenggarakan  atas  permintaan  anggota  hanya  dapat
membicarakan masalah yang berkaitan dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5)  Rapat  Anggota  Luar  Biasa  mempunyai  wewenang  yang  sama  dengan  wewenang  Rapat  Anggota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal  32.
Pasal 42 10

(1)  Rapat Anggota Luar Biasa yang diselenggarakan untuk memutuskan penggabungan, peleburan, dan
pembubaran Koperasi dianggap sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 (tiga per empat)
jumlah anggota.
(2)  Keputusan Rapat Anggota Luar Biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap sah apabila
disetujui oleh lebih dari 2/3 (dua per tiga) jumlah suara yang dikeluarkan dengan sah.
(3)  Apabila  kuorum  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  tidak  tercapai,  Pengurus  dapat
menyelenggarakan Rapat Anggota Luar Biasa kedua pada waktu paling cepat 14 (empat belas) hari
dan paling lambat 30 (tiga puluh) hari dihitung dari tanggal rencana penyelenggaraan Rapat Anggota
Luar Biasa pertama yang gagal diselenggarakan.
(4)  Ketentuan tentang kuorum dan kesahan keputusan dalam Rapat Anggota Luar  Biasa kedua sama
dengan ketentuan dalam Rapat Anggota Luar Biasa pertama sebagaimana diatur pada ayat (1) dan
ayat (2).
(5)  Dalam  hal  kuorum  Rapat  Anggota  Luar  Biasa  kedua  tidak  tercapai,  atas  permohonan  Pengurus
kuorum ditetapkan oleh Ketua Pengadilan.
Pasal 43
(1)  Ketua Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Koperasi dapat memberikan
izin kepada anggota koperasi untuk:
a.  melakukan pemanggilan Rapat Anggota, atas permohonan sekurang-kurangnya 1/5 (satu per lima)
dari  jumlah  anggota  apabila  Pengurus  tidak  menyelenggarakan  Rapat  Anggota  pada  waktu  yang
telah ditentukan; atau
b.  melakukan pemanggilan Rapat Anggota Luar Biasa, atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 41, apabila setelah lewat waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak permintaan dari anggota,
Pengurus tidak menyelenggarakan Rapat Anggota Luar Biasa.
(2)  Dalam hal Rapat Anggota atau Rapat Anggota Luar Biasa diselenggarakan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Ketua Pengadilan dapat memerintahkan Pengurus dan/atau Pengawas untuk hadir.
(3)  Penetapan  Ketua  Pengadilan  mengenai  pemberian  izin  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)
merupakan penetapan instansi pertama dan terakhir.
Pasal 44
Koperasi  Primer  yang  jumlah  anggotanya  melebihi  jumlah  tertentu  dapat  menyelenggarakan  Rapat
Anggota melalui delegasi atau utusan anggota.
Pasal 45
Pada  setiap  penyelenggaraan  Rapat  Anggota  wajib  dibuat  risalah  rapat  yang  dibubuhi  tanda  tangan
pimpinan rapat dan paling sedikit 1 (satu) orang anggota yang ditunjuk oleh Rapat Anggota.
Pasal 46
Persyaratan, tata cara dan ketentuan lain mengenai penyelenggaraan Rapat Anggota dan  Rapat Anggota
Luar Biasa ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
BAB V
PENGAWAS DAN PENGURUS
Bagian Kesatu
Pengawas
Pasal 47
(1)  Pengawas dipilih dari dan oleh anggota dalam Rapat Anggota.
(2)  Persyaratan untuk dipilih menjadi Pengawas meliputi: 
a.  tidak pernah dinyatakan pailit; 11

b.  tidak pernah menjadi anggota Pengawas atau Pengurus suatu Koperasi atau komisaris atau direksi
suatu  perusahaan  yang  dinyatakan  bersalah  karena  menyebabkan  Koperasi  atau  perusahaan  itu
dinyatakan pailit; dan
c.  tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana  yang merugikan korporasi, keuangan Negara
dan/atau  yang  berkaitan  dengan  sektor  keuangan,  dalam  waktu  5  (lima)  tahun  sebelum
pengangkatan.
(3)  Persyaratan lain untuk dapat dipilih menjadi anggota Pengawas ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
Pasal 48
(1)  Untuk  pertama  kalinya  susunan  dan  nama  anggota  Pengawas  dicantumkan  dalam  Akta  pendirian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf b.
(2)  Susunan Pengawas dicantumkan dalam Anggaran Dasar.
(3)  Besarnya honorarium (imbalan) bagi Pengawas ditetapkan dalam Rapat Anggota.
(4)  Pengawas diangkat untuk jangka waktu tertentu dan dapat diangkat kembali.
(5)  Anggota Pengawas dilarang merangkap sebagai anggota Pengurus.
Pasal 49
(1)  Pengawas bertugas :
a.  mengusulkan calon anggota Pengurus;
b.  memberi nasihat dan pengawasan kepada Pengurus;
c.  melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan Koperasi yang dilakukan
oleh Pengurus; dan
d.  melaporkan hasil pengawasan kepada Rapat Anggota; 
(2)   Pengawas berwenang :
a.  menetapkan penerimaan dan penolakan anggota baru serta pemberhentian anggota sesuai dengan
ketentuan dalam Anggaran Dasar;
b.  meminta dan mendapatkan segala keterangan yang diperlukan dari Pengurus dan pihak lain yang
terkait;
c.  mendapatkan laporan berkala tentang perkembangan usaha dan kinerja Koperasi dari Pengurus;
d.  memberikan persetujuan atau bantuan kepada Pengurus dalam melakukan perbuatan hukum tertentu
yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar;
e.  dapat memberhentikan Pengurus untuk sementara waktu dengan menyebutkan alasannya; dan
f.  melakukan  tindakan  pengelolaan  Koperasi  dalam  keadaan  tertentu  untuk  jangka  waktu  tertentu
berdasarkan Anggaran Dasar atau keputusan Rapat Anggota.
(3)  Bagi  Pengawas  yang  dalam  keadaan  tertentu  untuk  jangka  waktu  tertentu  melakukan  tindakan
pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f berlaku semua ketentuan mengenai hak,
wewenang, dan kewajiban Pengurus terhadap Koperasi dan pihak ketiga.
(4)  Pengawas  wajib  merahasiakan  hasil  pengawasan  yang  dilakukannya  terhadap  pihak  yang  tidak
berkepentingan.
Pasal 50
(1)  Pengawas wajib menjalankan tugas dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan
Koperasi.
(2)  Pengawas bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada Rapat Anggota.
Pasal 51
(1)  Dalam melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) huruf c,
Pengawas dapat dibantu Akuntan publik untuk melakukan  jasa audit terhadap Koperasi.
(2)  Penunjukkan akuntan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Rapat Anggota.  12

Pasal 52
(1)  Pengawas  dapat  diberhentikan  berdasarkan  keputusan  Rapat  Anggota  dengan  menyebutkan
alasannya.
(2)  Keputusan  untuk  memberhentikan  Pengawas  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  hanya  dapat
ditetapkan setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri dalam Rapat Anggota.
(3)  Pemberian kesempatan membela diri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diperlukan dalam
hal yang bersangkutan menerima baik keputusan pemberhentian tersebut.
(4)   Ketentuan mengenai tanggung jawab Pengawas atas kesalahan dan  kelalaiannya yang diatur dalam
Undang-Undang ini tidak mengurangi ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Pasal 53
Pengisian  jabatan  Pengawas  yang  kosong  atau  dalam  hal  Pengawas  diberhentikan  atau  berhalangan
tetap, diatur dalam Anggaran Dasar. 
Bagian Kedua
Pengurus
Pasal 54
(1)  Pengurus dipilih dari orang perseorangan, baik Anggota maupun bukan Anggota.
(2)  Orang perserorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan: 
a.  mampu melaksanakan perbuatan hukum; 
b.  memiliki kemampuan mengelola usaha Koperasi.
c.  tidak pernah dinyatakan pailit;
d.  tidak pernah menjadi anggota Pengawas atau Pengurus suatu Koperasi atau komisaris atau direksi
suatu  perusahaan  yang  dinyatakan  bersalah  karena  menyebabkan  Koperasi  atau  perusahaan  itu
dinyatakan pailit; dan
e.  tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana  yang merugikan korporasi, keuangan Negara
dan/atau  yang  berkaitan  dengan  sektor  keuangan,  dalam  waktu  5  (lima)  tahun  sebelum
pengangkatan.
(3)  Persyaratan lain untuk dapat dipilih menjadi Anggota Pengurus ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
Pasal 55
(1)  Anggota Pengurus dipilih dan diangkat oleh Rapat Anggota atas usul Pengawas.
(2)  Untuk pertama kali pengangkatan Anggota Pengurus dilakukan dengan mencantumkan susunan dan
nama Anggota Pengurus dalam Akta pendirian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf
b.
(3)  Anggota Pengurus diangkat untuk jangka waktu tertentu dengan kemungkinan diangkat kembali.
(4)  Tata cara pencalonan, pemilihan, pengangkatan, jangka waktu kepengurusan, pemberhentian, dan
penggantian Pengurus diatur dalam Anggaran Dasar.
Pasal 56
(1)  Susunan, pembagian tugas, dan wewenang Anggota Pengurus ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
(2)  Gaji dan tunjangan setiap Anggota Pengurus ditetapkan oleh Rapat Anggota atas usul Pengawas.
Pasal 57
(1)  Pengurus bertugas :
a.  mengelola Koperasi berdasar Anggaran Dasar;
b.  mendorong dan memajukan usaha anggota;
c.  menyusun rancangan rencana kerja serta rencana anggaran pendapatan dan belanja Koperasi untuk
diajukan kepada Rapat Anggota; 13

d.  menyusun  laporan  keuangan  dan  pertanggungjawaban  pelaksanaan  tugas  untuk  diajukan  kepada
Rapat Anggota;
e.  menyusun  rencana  pendidikan,  pelatihan,  dan  komunikasi  Koperasi  untuk  diajukan  kepada  Rapat
Anggota;
f.  menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris secara tertib;
g.  menyelenggarakan pembinaan karyawan secara efektif dan efisien;
h.  memelihara  buku  daftar  anggota,  buku  daftar  Pengawas,  buku  daftar  Pengurus,  buku  daftar
pemegang Saham Koperasi, dan risalah Rapat Anggota; dan
i.  melakukan  upaya  lain  bagi  kepentingan,  kemanfaatan,  dan  kemajuan  Koperasi  sesuai  dengan
tanggung jawabnya dan keputusan Rapat Anggota.
(1)  Pengurus berwenang :
a.  mewakili Koperasi di dalam maupun di luar pengadilan; dan
b.  mengangkat dan memberhentikan karyawan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 58
(1)  Setiap Anggota Pengurus berwenang mewakili Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat
(2) huruf a, kecuali ditentukan lain dalam Anggaran Dasar.
(2)  Anggaran  Dasar  dapat  menetapkan  pembatasan  wewenang  Anggota  Pengurus  sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(3)  Anggota Pengurus tidak berwenang mewakili Koperasi apabila :
a.  terjadi perkara di depan pengadilan antara Koperasi dengan Anggota Pengurus yang bersangkutan;
atau
b.  Anggota  Pengurus  yang  bersangkutan  mempunyai  kepentingan  yang  bertentangan  dengan
kepentingan Koperasi.
(4)  Dalam Anggaran Dasar ditetapkan siapa yang berhak mewakili Koperasi apabila terdapat keadaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Pasal 59
(1)  Setiap Anggota Pengurus wajib menjalankan tugas dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab
untuk kepentingan dan usaha Koperasi.
(2)  Pengurus bertanggung jawab atas pengurusan Koperasi untuk kepentingan dan pencapaian tujuan
Koperasi kepada Rapat Anggota.
(3)  Setiap  Anggota  Pengurus  bertanggung  jawab  penuh  secara  pribadi  apabila  yang  bersangkutan
bersalah menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4)  Anggota Pengurus yang karena kesalahannya menimbulkan kerugian  pada Koperasi dapat digugat
ke  Pengadilan oleh  Pengawas  atau  sekelompok  Anggota  yang  mewakili  sekurang-kurangnya  1/10
(satu per sepuluh) Anggota atas nama Koperasi. 
(5)  Ketentuan mengenai tanggung jawab Pengurus atas kesalahan dan kelalaiannya yang diatur dalam
Undang-Undang ini tidak mengurangi ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Pasal 60
Pengurus wajib terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Rapat Anggota dalam hal Koperasi akan :
a.  mengalihkan atau menjadikan jaminan utang atas seluruh atau sebagian besar kekayaan Koperasi;
b.  membebani kekayaan Koperasi untuk kepentingan pihak lain;
c.  menerbitkan obligasi atau surat utang lainnya;
d.  mendirikan atau menjadi Anggota Koperasi Sekunder; atau
e.  memiliki dan mengelola perusahaan bukan Koperasi.
Pasal 61 14

(1)  Pengurus dapat mengajukan permohonan ke pengadilan niaga agar Koperasi dinyatakan pailit hanya
apabila diputuskan dalam Rapat Anggota.
(2)  Dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian Pengurus dan kekayaan Koperasi tidak
cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan    tersebut, maka setiap Anggota Pengurus secara
tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
(3)  Anggota  Pengurus  yang  dapat  membuktikan  bahwa  kepailitan  bukan  karena  kesalahan  atau
kelalaiannya  tidak  bertanggung  jawab  secara  tanggung  renteng  atas  kerugian  sebagaimana
dimaksud pada ayat (2).
Pasal 62
(1)  Anggota Pengurus dapat diberhentikan berdasarkan keputusan Rapat Anggota dengan menyebutkan
alasannya.
(2)  Keputusan untuk memberhentikan Anggota Pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
dapat  diambil  setelah  yang  bersangkutan  diberi  kesempatan  untuk  membela  diri  dalam  Rapat
Anggota.
(3)  Keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan kedudukan sebagai
Anggota Pengurus berakhir.
Pasal 63
(1)  Anggota  Pengurus  dapat  diberhentikan  untuk  sementara  oleh  Pengawas  dengan  menyebutkan
alasannya.
(2)  Dalam  waktu  paling  lambat  30    (tiga  puluh)  hari  setelah  tanggal  pemberhentian  sementara  harus
diadakan Rapat Anggota.
(3)  Rapat  Anggota  sebagaimana  dimaksud  ayat  (2)  dapat  mencabut  keputusan  pemberhentian
sementara tersebut atau memberhentikan Pengurus yang bersangkutan.
(4)  Apabila dalam waktu 30  (tiga  puluh) hari tidak diadakan Rapat Anggota sebagaimana dimaksud ayat
(2), pemberhentian sementara tersebut batal.
Pasal 64
Ketentuan  mengenai  pengisian  sementara  jabatan  Pengurus  yang  kosong  atau  dalam  hal  Pengurus
diberhentikan untuk sementara atau berhalangan tetap diatur dalam Anggaran Dasar.
BAB VI
MODAL KOPERASI
Pasal 65
(1)  Modal koperasi terdiri dari Iuran Masuk dan Saham Koperasi sebagai modal awal.
(2)  Selain modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) modal Koperasi dapat berasal dari :
a.  hibah; 
b.  modal penyertaan; dan/atau
c.  sumber  lain  yang  tidak  bertentangan  dengan  Anggaran  Dasar  dan/atau  peraturan  perundang-
undangan. 
Pasal 66
(1)  Iuran  Masuk  dibayarkan  oleh  Anggota  pada  saat  yang  bersangkutan  mengajukan  permohonan
sebagai Anggota dan tidak dapat dikembalikan. 
(2)  Persyaratan  dan  tata  cara  penetapan  Iuran  Masuk  pada  suatu  Koperasi  diatur  dalam  Anggaran
Dasar.
Pasal 67
(1)  Setiap pendiri dan/atau Anggota Koperasi wajib membeli Saham Koperasi yang jumlah minimumnya
ditetapkan dalam Anggaran Dasar. 15

(2)  Pembelian  Saham  Koperasi  dalam  jumlah  minimum  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)
merupakan tanda bukti penyertaan modal Anggota terhadap Koperasi dan tanda pemenuhan salah
satu syarat keanggotaan Koperasi.
Pasal 68
(1)  Saham Koperasi tidak memiliki hak suara.
(2)  Saham Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan atas nama.
(3)  Nilai nominal Saham Koperasi harus dicantumkan dalam mata uang Republik Indonesia.
(4)  Penyetoran atas Saham Koperasi dapat dilakukan dalam bentuk uang       dan/atau dalam bentuk
lainnya yang dapat dinilai dengan uang.
(5)  Dalam hal penyetoran atas Saham Koperasi dalam bentuk lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) dilakukan penilaian untuk memperoleh nilai pasar wajar. 
(6)  Koperasi  wajib  memelihara  Daftar  Pemegang  Saham  Koperasi  dan  Daftar  Pemegang  modal
Penyertaan sekurang-kurangnya memuat:
a.  nama dan alamat pemegang Saham Koperasi dan pemegang modal penyertaan;
b.  jumlah, nomor dan tanggal perolehan Saham Koperasi dan modal penyertaan;
c.  jumlah dan nilai Saham Koperasi dan nilai modal penyertaan; dan
d.  perubahan kepemilikan Saham Koperasi.
Pasal 69
(1)  Pemindahan  Saham  Koperasi  kepada  Anggota  yang  lain  tidak  boleh  menyimpang  dari  ketentuan
tentang  keharusan  kepemilikan  Saham  Koperasi  dalam  jumlah  minimum  sebagaimana  dimaksud
dalam Pasal 67
(2)  Pemindahan Saham Koperasi oleh seorang Anggota dianggap sah jika :
a.  Saham Koperasi telah dimiliki sekurang-kurangnya selama 1(satu) tahun;
b.  pemindahan dilakukan kepada Anggota lain dari Koperasi yang bersangkutan; dan
c.  pemindahan dilaporkan kepada Pengurus
(3)  Dalam  hal  keanggotaan  diakhiri  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  28  ayat  (1),  Anggota  yang
bersangkutan  harus  menjual  Saham  Koperasi  yang  dimilikinya  kepada  Anggota  lain  dari  Koperasi
yang bersangkutan berdasarkan harga saham yang ditentukan Rapat Anggota.
Pasal 70
Perubahan nilai Saham Koperasi ditetapkan oleh Rapat Anggota berdasarkan kesepakatan anggota.
Pasal 71
(1)  Saham Koperasi dari seorang Anggota yang meninggal atau karena sebab lain dapat dipindahkan
kepada ahli waris yang memenuhi syarat dan bersedia menjadi Anggota.
(2)  Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penjualan dan pemindahan Saham Koperasi diatur dalam
Anggaran Dasar.
Pasal 72
(1)   Hibah  yang  diberikan  oleh  pihak  ke  tiga  yang  berasal  dari  sumber  modal  asing,  baik  langsung
maupun tidak langsung dapat  diterima oleh suatu Koperasi setelah mendapatkan izin terlebih dahulu
dari Menteri.
(2)    Hibah  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  65  ayat  (2)  huruf  a    tidak  dapat  dibagikan  secara
langsung atau tidak langsung kepada Anggota, Pengurus dan Pengawas Koperasi. 
Pasal 73
(1)  Koperasi dapat menerima modal penyertaan dari:
a.  Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
b.  Masyarakat berdasarkan perjanjian. 16

(2)  Pemerintah  dan/atau  masyarakat  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  wajib  turut  menanggung
risiko  dan  bertanggung  jawab  terhadap  kerugian  usaha  yang  dibiayai  dengan  modal  penyertaan
sebatas nilai modal penyertaan yang ditanamkan  dalam Koperasi. 
(3)  Kewajiban  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2)  berlaku  juga  dalam  hal  Pemerintah  dan/atau
masyarakat turut serta dalam pengelolaan usaha yang dibiayai dengan modal penyertaan dan/atau
turut menyebabkan terjadinya kerugian usaha yang dibiayai dengan modal penyertaan.
(4)  Pemerintah  dan/atau  masyarakat  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  berhak  mendapat  bagian
keuntungan yang diperoleh dari usaha yang dibiayai dengan modal penyertaan.
Pasal 74
Perjanjian penyertaan modal  dari masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1)  huruf b
paling sedikit memuat: 
a.  besarnya modal penyertaan;
b.     risiko dan tanggung jawab terhadap kerugian usaha;
c.  pengelolaan usaha; dan
d.  keuntungan usaha.
Pasal 75
Ketentuan lebih lanjut mengenai modal Koperasi diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
BAB VII
JENIS, TINGKAT DAN LAPANGAN USAHA
Bagian Kesatu
Jenis dan Tingkat
Pasal 76
(1)  Setiap Koperasi mencantumkan jenis Koperasi dalam Anggaran Dasar.
(2)  Jenis  Koperasi  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  didasarkan  pada  kesamaan  kegiatan  usaha
dan/atau kepentingan ekonomi Anggota.
Pasal 77
Jenis Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 terdiri atas:
a.  Koperasi konsumen;
b.  Koperasi produsen;
c.  Koperasi simpan pinjam; dan
d.  Koperasi jasa.
Pasal 78
(1)  Untuk  meningkatkan  usaha  Anggota  dan  menyatukan  potensi  usaha,  Koperasi  dapat  membentuk
dan/atau menjadi Anggota Koperasi Sekunder sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2).
(2)  Tingkatan  dan  penggunaan  nama  pada  Koperasi  Sekunder  diatur  sendiri  oleh  Koperasi  yang
bersangkutan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang.
Bagian Kedua
Lapangan Usaha
Pasal 79
(1)  Koperasi menjalankan kegiatan usaha yang langsung berkaitan dan bermanfaat bagi kegiatan usaha
dan kepentingan ekonomi Anggota.
(2)  Koperasi dapat melakukan kemitraan dengan pelaku usaha lainnya dalam menjalankan usahanya.
(3)  Koperasi dapat didirikan khusus dalam kegiatan usaha simpan pinjam;
(4)  Koperasi dapat menjalankan usaha atas dasar prinsip ekonomi syariah . 17

(5)  Ketentuan lebih lanjut mengenai Koperasi berdasarkan prinsip ekonomi syariah diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
SIMPAN PINJAM
Pasal 80
(1)  Usaha  simpan  pinjam  dilakukan  oleh  Koperasi  Simpan  Pinjam  dan  Koperasi  yang  memiliki  Unit
Simpan Pinjam.
(2)  Usaha simpan pinjam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : 
a.  penghimpunan dana dalam bentuk simpanan anggota;
b.  memberikan pinjaman ;
c.  menempatkan dana pada Koperasi lain; dan/atau
d.  melakukan  usaha  jasa  keuangan  lain,  yang  tidak  bertentangan  dengan  peraturan  perundang-
undangan.
(3)  Koperasi  Simpan  Pinjam  dan  unit  simpan  pinjam  Koperasi  menjalankan  usaha  simpan  pinjam
sebagai satu-satunya kegiatan usaha.
Pasal 81
(1)  Koperasi Simpan Pinjam melakukan kegiatan usaha menghimpun dan menyalurkan dana dari dan
untuk anggota.
(2)  Dalam  hal  Koperasi  Simpan  Pinjam  telah  mampu  melayani  kebutuhan  Anggota  dan  masih
mempunyai kelebihan dana maka Koperasi yang bersangkutan dapat memberikan pelayanan pinjaman
kepada non anggota. 
Pasal 82
(1)  Unit usaha simpan pinjam melakukan kegiatan usaha menghimpun dan menyalurkan dana dari dan
untuk anggota.
(2)  Unit  usaha  simpan  pinjam  sebagaimana dimaksud pada  ayat  (1) merupakan  bagian dari  kegiatan
Koperasi, yang dikelola dan mempunyai pembukuan yang terpisah dari unit usaha lainnya.
Pasal  83
(1)  Koperasi Simpan Pinjam wajib memperoleh izin usaha dari Menteri. 
(2)  Untuk memperoleh izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Koperasi Simpan Pinjam wajib
memenuhi persyaratan sebagai berikut: 
a.  memiliki organisasi dan kepengurusan yang standarnya ditetapkan oleh Menteri;
b.  memiliki modal yang besarnya ditetapkan oleh Menteri;
c.  memiliki pengelola yang mempunyai keahlian di bidang simpan pinjam;
d.  memiliki kelayakan rencana kerja atau kelayakan usaha;
e.  memiliki administrasi keuangan dan pembukuan; dan
f.  memiliki sarana kerja yang memadai.
(3)  Koperasi Simpan Pinjam yang belum memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b wajib mendaftarkan dan melaporkan keberadaannya kepada Menteri.
(4)  Menteri dapat mengenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha simpan pinjam apabila
diperoleh data penyimpangan dan pelanggaran yang dilakukan Koperasi Simpan Pinjam/Unit Simpan
Pinjam Koperasi. 
Pasal 84
(1)  Untuk meningkatkan pelayanan kepada anggota, Koperasi Simpan Pinjam dapat membuka jaringan
pelayanan simpan pinjam.
(2)  Jaringan pelayanan simpan pinjam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari : 18

a.  Kantor  cabang  yang  berfungsi  mewakili  Kantor  Pusat  dalam  menjalankan  kegiatan  usaha  untuk
menghimpun  dana  dan  penyalurannya  serta  mempunyai  wewenang  memutuskan  pemberian
pinjaman;
b.  Kantor  Cabang  Pembantu  yang  berfungsi  mewakili  Kantor  Cabang  dalam  menjalankan  kegiatan
usaha  untuk  menghimpun  dana  dan  penyalurannya  serta  mempunyai  wewenang  menerima
permohonan pinjaman tetapi tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan pemberian pinjaman;
dan
c.  Kantor  Kas  yang  berfungsi  mewakili  Kantor  Cabang  dalam  menjalankan  kegiatan  usaha  dan
berwenang untuk menghimpun dana.
(3)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  persyaratan  dan  tata  cara  pembukaan  Kantor  Cabang,  Kantor
Cabang    Pembantu  dan  Kantor  Kas  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2)  diatur  dengan  atau
berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Pasal 85
(1)  Untuk  meningkatkan  usaha  anggota  dan  menyatukan  potensi  usaha  serta  mengembangkan
kerjasama antar Koperasi Simpan Pinjam, Koperasi Simpan Pinjam dan/atau Koperasi yang memiliki
Unit Simpan Pinjam dapat mendirikan atau menjadi anggota Koperasi Sekunder Simpan Pinjam.
(2)  Koperasi Sekunder Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud pada  ayat (1) dapat menyelenggarakan
kegiatan :
a.  simpan pinjam antar Koperasi Simpan Pinjam yang menjadi anggotanya.
b.  manajemen risiko;
c.  konsultasi manajemen simpan pinjam;
d.  pendidikan dan pelatihan;
e.  standarisasi akuntansi dan pemeriksaan (auditing) untuk anggotanya;
f.  pengadaan sarana usaha untuk anggota; dan
g.  pemberian bimbingan dan konsultasi.
(3)  Koperasi  Sekunder  Simpan  Pinjam    sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2)  dilarang  memberikan
pinjaman kepada perseorangan.
Pasal 86
(1)  Pengelolaan  kegiatan  Koperasi  Simpan  Pinjam  dan  Unit  Simpan  Pinjam  Koperasi  dilakukan  oleh
Pengurus atau pengelola profesional yang ditunjuk.
(2)  Pengawas dan Pengurus Koperasi Simpan Pinjam dan pengelola Unit Simpan Pinjam Koperasi harus
memenuhi persyaratan standar kompetensi minimal tertentu yang diatur oleh Menteri.
(3)  Pengawas  dan  Pengurus  Koperasi  Simpan  Pinjam  dilarang  merangkap  sebagai  Pengawas  atau
Pengurus atau pengelola Koperasi Simpan Pinjam lainnya dan/atau Koperasi di sektor riil lainnya.
Pasal  87
(1)  Koperasi  Simpan  Pinjam  wajib  melakukan  usaha  sesuai  dengan  prinsip  kehati-hatian  dan
kerahasiaan. 
(2)  Dalam  memberikan  pinjaman,  Koperasi  Simpan  Pinjam  wajib  mempunyai  keyakinan  atas
kemampuan dan kesanggupan peminjam untuk melunasi hutang sesuai dengan yang dijanjikan.
(3)  Dalam memberikan pinjaman, Koperasi wajib menempuh cara yang tidak merugikan Koperasi dan
kepentingan penyimpan.
(4)  Koperasi  Simpan  Pinjam  wajib  menyediakan  informasi  mengenai  kemungkinan  timbulnya  risiko
kerugian terhadap transaksi penyimpan. 
(5)  Koperasi  Simpan  Pinjam  dan  Unit  Usaha  Simpan  Pinjam  Koperasi  dilarang  melakukan  investasi
usaha pada sektor riil.
Pasal 88 19

(1)  Koperasi  Simpan  Pinjam  membentuk  lembaga  Dana  Stabilisasi  simpan  pinjam  Koperasi  yang
bertujuan: 
a.  membenahi  Koperasi  Simpan  Pinjam  yang  mengalami  kesulitan  keuangan  akan  tetapi  masih  bisa
ditolong; dan
b.  melaksanakan program monitoring, pendidikan, teknis dan konsultasi untuk mencegah risiko kesulitan
keuangan.
(2)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  pembentukan,  pengelolaan,  dan  pembiayaan  lembaga  dana
stabilisasi simpan pinjam diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Pasal 89
Koperasi  Simpan  Pinjam  dan  Unit  Simpan  Pinjam  Koperasi  wajib  merahasiakan  keterangan  mengenai
penyimpan  dan  simpanannya    kepada  pihak  ketiga,  kecuali  untuk  kepentingan  perpajakan,  piutang
negara, peradilan, penyelesaian piutang Koperasi, tukar menukar informasi antar Koperasi. 
Pasal 90
(1)  Pembinaan, pemeriksaan, dan pengawasan terhadap Usaha Simpan Pinjam Koperasi dilakukan oleh
Menteri.
(2)  Menteri melakukan pemeriksaan secara berkala atau setiap waktu apabila diperlukan.
(3)  Menteri  menetapkan  ketentuan  tentang  kesehatan  usaha  simpan  pinjam  Koperasi  dengan
memperhatikan  aspek  permodalan,  kualitas  aset,  kualitas  manajemen,  rentabilitas,  likuiditas  dan
solvabilitas serta aspek lain yang berhubungan dengan simpan pinjam koperasi.
Pasal 91
(1)  Menteri mengangkat Pejabat Pengawas simpan pinjam yang berperan sebagai Pengawas Koperasi
Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam Koperasi.
(2)  Pejabat  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  bertanggung  jawab  melakukan    pemeriksaan,
pembinaan, penyeliaan dan pengawasan terhadap Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam
Koperasi.
(3)  Pejabat Pengawas simpan pinjam mempunyai wewenang :
a.  menerima laporan mengenai kondisi organisasi, usaha dan permodalan Koperasi Simpan Pinjam dan 
Unit Simpan Pinjam Koperasi;
b.  melakukan  audit  atau  meminta  auditor  independen  untuk  melakukan  audit  terhadap  semua  dana,
surat  berharga,  pembukuan,  kertas  kerja,  catatan  dan  semua  sumber  informasi  yang  dikuasainya
serta laporan pemeriksaan oleh Pengawas yang akan diberikan kepada Pengurus Koperasi Simpan
Pinjam dan/atau Unit Simpan Pinjam;
c.  merekomendasikan  kepada  Menteri  untuk  menghentikan  kegiatan  usaha  simpan  pinjam  Koperasi
dan/atau  mencabut  izin  usaha  simpan  pinjam  koperasi  apabila  terdapat  dugaan  kuat  berdasarkan
bukti nyata yang ditemukan bahwa Koperasi Simpan Pinjam dan/atau Unit Simpan Pinjam Koperasi:
1)  menjalankan usaha keuangan yang tidak sehat dan tidak aman; atau
2)  melanggar ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
d.  mengeluarkan perintah untuk menempatkan Koperasi Simpan  Pinjam dan/atau Unit Simpan Pinjam
dalam pengawasan administratif. 
  
Pasal 92
Ketentuan lebih lanjut mengenai Koperasi Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 sampai
dengan  Pasal 91 diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
BAB IX
SURPLUS HASIL USAHA DAN DANA CADANGAN
Bagian Kesatu 20

Surplus Hasil Usaha
Pasal 93
(1)  Sesuai  dengan  ketentuan  Anggaran  Dasar  dan  keputusan  Rapat  Anggota,  surplus  hasil  usaha
disisihkan terlebih dahulu untuk dana cadangan dan sisanya digunakan seluruhnya atau sebagian
untuk :
a.  Anggota  sebanding  dengan  transaksi  usaha  yang  dilakukan  oleh  masing-masing  Anggota  dengan
Koperasi;
b.  pembagian keuntungan kepada Anggota sebanding dengan Saham Koperasi yang dimiliki; 
c.  pembayaran bonus kepada Anggota Pengawas, Pengurus, dan karyawan Koperasi;
d.  pembayaran iuran kepada dana pembangunan Koperasi dan iuran wajib lainnya; dan
e.  penggunaan lain yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar. 
(2)  Surplus hasil usaha yang berasal dari transaksi dengan bukan Anggota tidak boleh dibagikan kepada
Anggota, dan wajib digunakan untuk mengembangkan usaha Koperasi dan meningkatkan pelayanan
kepada Anggota
Bagian Kedua
Dana Cadangan
Pasal 94
(1)  Dana cadangan dikumpulkan dari penyisihan sebagian surplus hasil usaha.
(2)  Koperasi harus menyisihkan untuk dana cadangan sehingga menjadi sekurang-kurangnya 20 %(dua
puluh) persen dari nilai Saham Koperasi.
(3)  Dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang belum mencapai jumlah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dipergunakan untuk menutup kerugian Koperasi.
BAB X
PENGGABUNGAN  DAN PELEBURAN
Pasal 95
(1)  Untuk keperluan pengembangan dan/atau efisiensi :
a.  satu Koperasi atau lebih dapat menggabungkan diri menjadi satu dengan Koperasi lain; atau
b.  beberapa Koperasi dapat melebur diri untuk membentuk suatu Koperasi baru.
(2)  Penggabungan  atau  peleburan  dilakukan  dengan  persetujuan  Rapat  Anggota  masing-masing
Koperasi.
(3)  Sebelum  dilakukan  penggabungan  atau  peleburan,  Pengawas  dan  Pengurus  masing-masing
Koperasi wajib memperhatikan :
a.  kepentingan Anggota yang harus mendapat prioritas utama;
b.  kepentingan karyawan; 
c.  kepentingan kreditor; dan
d.  pihak ketiga lainnya. 
(4)  Akibat hukum yang ditimbulkan oleh penggabungan atau peleburan meliputi: 
a.  hak  dan  kewajiban  Koperasi  yang  digabungkan  atau  dilebur  beralih  kepada  Koperasi  hasil
penggabungan atau peleburan;
b.  anggota Koperasi yang digabung atau dilebur menjadi anggota Koperasi hasil penggabungan atau
peleburan; 
(5)  Koperasi yang menggabungkan diri pada Koperasi lain atau yang melebur diri, secara hukum bubar. 
(6)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  tata  cara  pengajuan  permohonan,  pemberian  persetujuan  dan
penolakan  terhadap  penggabungan  atau  peleburan  Koperasi  serta  perubahan  status  badan
hukumnya diatur dengan dan/atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. 21

Pasal 96
(1)  Menteri dapat melakukan pemeriksaan terhadap Koperasi, dalam hal :
a.  Koperasi membatasi keanggotaan atau melakukan penolakan permohonan untuk menjadi Anggota
atas orang perseorangan yang telah memenuhi persyaratan keanggotaan sebagaimana ditetapkan
dalam Anggaran Dasar;
b.  Koperasi tidak melaksanakan Rapat Anggota Tahunan dalam waktu 2 (dua) tahun berturut-turut;
c.  kelangsungan usaha  Koperasi sudah tidak dapat diharapkan; atau
d.  Terdapat dugaan kuat bahwa  Koperasi yang bersangkutan tidak mengelola administrasi keuangan
secara benar.
(2)  Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri. 
(3)  Permohonan  yang  diajukan  oleh  Anggota  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2)  hanya  dapat
dilakukan  oleh  Anggota  atas  nama  diri  sendiri  atau  atas  nama  Koperasi  apabila  mewakili  paling
sedikit 1/5 (satu per lima) dari jumlah seluruh Anggota;
(4)  Dalam  melakukan  pemeriksaan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  Menteri  dapat  menunjuk
Akuntan Publik;
(5)  Biaya yang timbul sehubungan dengan kegiatan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibebankan  pada  anggaran  pendapatan  dan  belanja  negara  sesuai  dengan  ketentuan  peraturan
perundang-undangan;  
(6)  Menteri  menyampaikan  salinan  laporan  pemeriksaan  kepada  Koperasi  yang  bersangkutan  dan
kepada pihak yang berkepentingan.
BAB XI
CARA PEMBUBARAN, PENYELESAIAN DAN
HAPUSNYA STATUS BADAN HUKUM
Bagian Kesatu
Cara Pembubaran
Pasal 97
Pembubaran Koperasi dapat dilakukan berdasarkan:
a.  keputusan Rapat Anggota;
b.  jangka waktu berdirinya telah berakhir; atau
c.  Keputusan Menteri atau Keputusan Pejabat yang ditunjuk.
Pasal 98
(1)  Usul pembubaran Koperasi oleh Rapat Anggota dapat diajukan oleh Pengawas atau Anggota yang
mewakili sekurang-kurangnya 1/5 (satu per lima) jumlah Anggota, apabila Koperasi tidak mungkin lagi
dapat melaksanakan nilai dan prinsip  Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.
(2)  Keputusan pembubaran Koperasi ditetapkan oleh Rapat Anggota setelah Pengurus memberitahukan
rencana pembubaran kepada Menteri dan Kreditor. 
(3)  Keputusan  pembubaran  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  sah  apabila  diambil  berdasarkan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1).
(4)  Pengurus  bertindak  sebagai  kuasa  Rapat  Anggota  pembubaran  Koperasi,  apabila  Rapat  Anggota
tidak menunjuk pihak yang lain.
(5)  Koperasi dinyatakan bubar pada saat yang telah ditetapkan dalam keputusan Rapat Anggota.
Pasal 99
(1)  Koperasi bubar karena jangka waktu berdirinya sebagaimana ditentukan dalam Anggaran Dasar telah
berakhir. 22

(2)  Menteri dapat memperpanjang jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas permohonan
Pengurus dan keputusan Rapat Anggota.
(3)  Permohonan  perpanjangan  jangka  waktu  dilakukan  dengan  mengadakan  Rapat  Anggota  untuk
mengubah Anggaran Dasar.
(4)  Permohonan  perpanjangan  jangka  waktu  dan  pengajuan permohonan  perubahan  Anggaran  Dasar
dilakukan selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh) hari sebelum jangka waktu berdirinya Koperasi
berakhir.
(5)  Keputusan  Menteri  atas  permohonan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2)  diberikan  selambat-
lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah permohonan diterima.
(6)  Dalam  hal  jangka  waktu  berdirinya  Koperasi  berakhir  dan  tidak  diperpanjang,  maka  Pengurus
Koperasi wajib menyelenggarakan Rapat Anggota pembubaran.
Pasal 100
(1)  Keputusan pembubaran oleh Menteri atau Pejabat yang ditunjuk dilakukan apabila:
a.  terdapat bukti dari hasil pemeriksaan bahwa Koperasi yang bersangkutan tidak memenuhi ketentuan
Undang-Undang ini;
b.  kegiatannya bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan;
c.  Koperasi dinyatakan pailit berdasarkan putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap; atau
d.  Koperasi tidak dapat menjalankan kegiatan organisasi dan usahanya selama 2 (dua) tahun berturut-
turut.
(2)  Menteri atau Pejabat yang ditunjuk wajib menyampaikan surat pemberitahuan rencana pembubaran
kepada Koperasi yang bersangkutan.
(3)  Dalam  jangka  waktu  paling  lambat  2  (dua)  bulan  sejak  tanggal  penerimaan  pemberitahuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Koperasi yang bersangkutan berhak mengajukan keberatan
secara tertulis dan disertai dengan alasan.
(4)  Menteri  atau  Pejabat  yang  ditunjuk  memberikan  putusan    mengenai  diterima  atau  ditolaknya
keberatan  atas  rencana  pembubaran,  paling  lambat  1  (satu)  bulan  sejak  tanggal  diterimanya
pernyataan keberatan tersebut. 
(5)  Keputusan pembubaran Koperasi oleh Menteri atau Pejabat yang ditunjuk dikeluarkan dalam waktu
paling  lambat  4  (empat)  bulan  terhitung  sejak  tanggal  pengiriman  surat  pemberitahuan  rencana
pembubaran kepada Koperasi yang bersangkutan. 
Pasal 101
(1)  Keputusan pembubaran Koperasi oleh Rapat Anggota diberitahukan secara tertulis oleh kuasa Rapat
Anggota kepada:
a.  semua Kreditor; dan
b.  Menteri atau Pejabat yang ditunjuk. 
(2)  Dalam  hal  pembubaran  dilakukan  oleh  Menteri  atau  Pejabat  yang  ditunjuk  maka  keputusan
pembubaran disampaikan kepada semua Kreditor oleh Menteri atau Pejabat yang ditunjuk. 
(3)  Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penyampaian sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) harus memuat: 
a.  nama dan alamat penyelesai; dan 
b.  ketentuan  bahwa  semua  Kreditor  dapat  mengajukan  tagihan  dalam  jangka  waktu  3  (tiga)  bulan
sesudah tanggal diterimanya surat pemberitahuan pembubaran.
(4)  Dalam hal tagihan yang diajukan oleh Kreditor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b ditolak,
Kreditor dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak tanggal
penolakan.
Pasal 102 23

Menteri secara administratif mencatat pembubaran Koperasi dalam Daftar Umum Koperasi setelah:
a.  menerima laporan mengenai keputusan pembubaran Koperasi oleh Rapat Anggota Koperasi yang
bersangkutan;
b.  menerima  laporan  keputusan  pembubaran  Koperasi  oleh  Rapat  Anggota  karena  jangka  waktu
berdirinya Koperasi telah berakhir; atau
c.  ditetapkannya keputusan pembubaran Koperasi oleh Menteri atau Pejabat yang ditunjuk.
Bagian Kedua
Penyelesaian
Pasal 103
(1)  Untuk  kepentingan  Kreditor  dan  para  Anggota  terhadap  pembubaran  Koperasi,  dilakukan
penyelesaian pembubaran yang selanjutnya disebut Penyelesaian.
(2)  Penyelesaian dilakukan oleh Penyelesai pembubaran yang selanjutnya disebut Penyelesai.
(3)  Untuk Penyelesaian berdasarkan Rapat Anggota, Penyelesai ditunjuk oleh kuasa Rapat Anggota.
(4)  Untuk Penyelesaian berdasarkan keputusan Pemerintah, Penyelesai ditunjuk oleh Pemerintah.  
(5)  Selama dalam proses Penyelesaian, Koperasi tersebut tetap ada dengan sebutan ”Koperasi dalam
Penyelesaian”.
(6)  Selama  dalam  proses  Penyelesaian,  Koperasi  tidak  diperbolehkan  melakukan  perbuatan  hukum
kecuali yang diperlukan untuk memperlancar proses Penyelesaian.
Pasal 104
(1)  Penyelesaian segera dilaksanakan setelah dikeluarkan keputusan pembubaran Koperasi.
(2)  Penyelesai  bertanggung  jawab  kepada  kuasa  Rapat  Anggota  dalam  hal  Penyelesai  ditunjuk  oleh
kuasa Rapat Anggota.
Pasal 105
Penyelesai mempunyai hak, wewenang dan kewajiban sebagai berikut :
a.  melakukan pencatatan dan penyusunan informasi tentang kekayaan dan kewajiban Koperasi;
b.  memanggil Pengawas, Pengurus, karyawan, Anggota, dan pihak lain yang diperlukan, baik sendiri-
sendiri maupun bersama-sama;
c.  mencairkan  harta  dan/atau  mencairkan  tagihan  kepada  Debitur,  diikuti  dengan  pembayaran
kewajiban  Koperasi  kepada  para  kreditor,  setelah  terlebih  dahulu  dikurangi  dengan  pembayaran
biaya penyelesaian, gaji pegawai yang terhutang, pajak yang terhutang dan biaya kantor;
d.  menggunakan sisa kekayaan Koperasi untuk menyelesaikan sisa kewajiban Koperasi.
e.  membagikan sisa hasil penyelesaian kepada Anggota.
f.  melaksanakan tindakan lain yang perlu dilakukan dalam penyelesaian  kekayaan;
g.  membuat berita acara penyelesaian dan laporan kepada Menteri;
h.  mengajukan permohonan untuk diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Pasal 106
Dalam hal penyelesai tidak melaksanakan tugas sebagaimana mestinya, maka atas permohonan Anggota
atau  kreditor atau  pihak  yang  berkepentingan  lainnya,  kuasa  Rapat  Anggota  dapat  memutuskan  untuk
mengganti Penyelesai.
Bagian Ketiga
Hapusnya Status Badan hukum
Pasal 107
(1)  Menteri mengumumkan pembubaran Koperasi dalam Berita Negara Republik Indonesia.
(2)  Status  badan  hukum  Koperasi  hapus  sejak  tanggal  pengumuman  pembubaran  Koperasi  tersebut
dalam Berita Negara Republik Indonesia. 24

Pasal 108
Dalam hal terjadi pembubaran Koperasi dan Koperasi tidak mampu melaksanakan kewajiban yang harus
dibayar, anggota hanya menanggung sebatas iuran masuk, Saham Koperasi, dan modal penyertaan yang
dimiliki. 
Pasal 109
Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  persyaratan  dan  tata  cara  pembubaran  Koperasi  diatur  dengan  atau
berdasarkan Peraturan Pemerintah.
BAB XII
PEMBERDAYAAN KOPERASI
Bagian Kesatu
Peran Pemerintah
Pasal 110
(1)  Pemerintah  dan  Pemerintah  Daerah  menetapkan  kebijakan  yang  mendorong  Koperasi  sehingga
dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
(2)  Dalam  menetapkan  kebijakan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  Pemerintah  dan  Pemerintah
Daerah  mengambil  langkah  untuk  mendukung  pertumbuhan,  perkembangan  dan  pemberdayaan
Koperasi bagi kepentingan Anggotanya.
(3)  Langkah sebagaimana dimaksud ayat (2) pemerintah dapat memberikan bimbingan dan kemudahan
dalam bentuk : 
a.  bimbingan Usaha Koperasi yang sesuai dengan kepentingan ekonomi anggotanya;
b.  pengembangan  kelembagaan  dan  bantuan  pendidikan,  pelatihan,  penyuluhan,  dan  penelitian
Koperasi;
c.  pemberian  kemudahan  untuk  memperkokoh  permodalan  Koperasi  serta  pengembangan  lembaga
keuangan Koperasi;
d.  bantuan pengembangan jaringan usaha Koperasi dan kerjasama yang saling menguntungkan antar
Koperasi dan badan usaha lain;
e.  pemberian  bantuan  konsultasi  dan  fasilitasi  guna  memecahkan  permasalahan  yang  dihadapi  oleh
Koperasi dengan tetap memperhatikan Anggaran Dasar Koperasi.
Pasal 111
(1)  Dalam rangka pemberian perlindungan kepada Koperasi, Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat
menetapkan bidang kegiatan ekonomi yang hanya boleh diusahakan oleh Koperasi.
(2)  Ketentuan lebih lanjut mengenai peranan Pemerintah dan Pemerintah Daerah serta persyaratan dan
tata cara pemberian perlindungan kepada Koperasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 112
(1)  Menteri melaksanakan koordinasi dan pengendalian pemberdayaan Koperasi.  
(2)  Untuk  memantapkan  koordinasi  dan  pengendalian  pemberdayaan  Koperasi,  Menteri
mengkoordinasikan penyusunan dan pengintegrasian kebijakan dan program nasional, pelaksanaan,
pemantauan, evaluasi serta pengendalian umum terhadap pelaksanaan pemberdayaan Koperasi.
Bagian Kedua
Gerakan Koperasi
Pasal 113
(1)  Gerakan  Koperasi  Indonesia  mendirikan  satu  Lembaga  Gerakan  Koperasi  yang  berfungsi sebagai
wadah  untuk  memperjuangkan  kepentingan  dan  bertindak  sebagai  pembawa  aspirasi  Koperasi,
dalam rangka pemberdayaan Koperasi.
(2)  Nama,  tujuan,  susunan,  dan  tata  kerja  Lembaga  Gerakan  Koperasi  diatur  dalam  Anggaran  Dasar
lembaga yang bersangkutan.  25

(3)  Anggaran Dasar Lembaga Gerakan Koperasi disahkan oleh Pemerintah.
Pasal 114
Lembaga Gerakan Koperasi menjunjung tinggi nilai dan prinsip Koperasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 dan Pasal 3.
Pasal 115
Lembaga Gerakan Koperasi berfungsi :
a.  mewakili dan bertindak sebagai juru bicara Gerakan Koperasi Indonesia;
b.  memperjuangkan kepentingan dan menyalurkan aspirasi Koperasi;
c.  memberikan pertimbangan dan rekomendasi kebijakan tentang pengembangan dan pemberdayaan
Koperasi kepada Pemerintah, lembaga legislatif, dunia usaha, dan pihak lain yang terkait;
d.  menyelenggarakan  pendidikan,  pelatihan  dan  penyuluhan  serta  penelitian  dan  pengembangan
perkoperasian;
e.  menyelenggarakan  komunikasi,  konsultasi,  koordinasi,  forum,  dan  jaringan  kerja  di  bidang
perkoperasian;
f.  memberdayakan dan memajukan organisasi Anggotanya;
g.  mendorong dan meningkatkan kerja sama antar Koperasi dan antara Koperasi dan pihak lain, baik
pada tingkat lokal, nasional, regional, maupun internasional;
h.  meningkatkan kesadaran berkoperasi di kalangan masyarakat;
i.  mendorong  dan  memantau  Koperasi  untuk  menerapkan  nilai  dan  prinsip  Koperasi  sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.
Pasal 116
(1)  Biaya  yang  diperlukan  untuk  melaksanakan  kegiatan  Lembaga  Gerakan  Koperasi  sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 113 berasal dari:
a.   iuran Anggota;
b.  sumbangan dan bantuan yang tidak mengikat;
c.  hibah; dan/atau
d.  perolehan  lain  yang  tidak  bertentangan  dengan  Anggaran  Dasar  dan/atau  peraturan  perundang-
undangan.
(2)  Pengelolaan  kekayaan  Lembaga  Gerakan  Koperasi  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)
dilaksanakan berdasar prinsip kehati-hatian, transparansi, efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas.
Pasal 117
(1)  Untuk mendorong pengembangan dan pemberdayaan Koperasi, Lembaga Gerakan Koperasi dapat
memupuk dana untuk Dana Pembangunan Koperasi.
(2)  Dana  Pembangunan  Koperasi  bersumber  dari  Anggota  Lembaga  Gerakan  Koperasi,  Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah serta pihak-pihak lain.
(3)  Dana Pembangunan Koperasi harus diaudit oleh akuntan publik.
BAB XIII
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 118
Koperasi  dapat  menjatuhkan  sanksi  administratif  kepada  Anggota  yang  tidak  melaksanakan  kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dalam bentuk:
a.  teguran tertulis sekurang-kurangnya 2 (dua) kali; dan/atau
b.  pencabutan status keanggotaan.
 
Pasal 119 26

(1)  Menteri  dapat  menjatuhkan  sanksi  administratif  terhadap  Pengurus  dan/atau  Pengawas  Koperasi
yang: 
a.  tidak melaksanakan Rapat Anggota Tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 setelah 2 (dua)
tahun buku terlampaui;
b.  tidak menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris secara tertib sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 57 ayat (1) huruf f;
c.  tidak memelihara buku Daftar Anggota, buku Daftar Pengawas, buku Daftar Pengurus, buku Daftar
Pemegang Saham Koperasi, dan risalah Rapat Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat
(1) huruf h;
d.  melakukan kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 87 ayat (1) dan ayat (3);
e.  tidak melakukan audit atas laporan tahunannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39;
f.  menolak atau tidak bersedia diadakan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96;
(2)  Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a.  penyampaian teguran tertulis sekurang-kurangnya 2 (dua) kali;
b.  larangan untuk menjalankan fungsi sebagai Pengurus dan Pengawas Koperasi;
(3)  Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diindahkan oleh Pengurus,
Menteri dapat membubarkan Koperasi.
Pasal 120
Jenis  pelanggaran  yang  dilakukan  oleh  Anggota,  Pengawas,  atau  Pengurus  serta  bentuk  pemberian
sanksinya diatur dalam Anggaran Dasar.
BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 121
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
a.  Koperasi yang telah didirikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan diakui sebagai
Koperasi berdasarkan Undang-Undang ini.
b.  Koperasi  sebagaimana  dimaksud  pada  huruf  a  wajib  melakukan  penyesuaian  Anggaran  Dasarnya
paling lambat 5 (lima) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini.
c.  Koperasi  yang  tidak  melakukan  penyesuaian  Anggaran  Dasar  dalam  jangka  waktu  sebagaimana
dimaksud  pada  huruf  b  dapat  dibubarkan  berdasarkan  putusan  Pengadilan  atas  permohonan
kejaksaan atau pihak yang berkepentingan langsung dengan Koperasi tersebut.
d.  Akta Pendirian Koperasi yang belum disahkan atau perubahan Anggaran Dasar Koperasi yang belum
disetujui oleh Menteri, prosesnya dilakukan sesuai dengan Undang-Undang ini.
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 122
(1)  Pada  saat  Undang-Undang  ini  mulai  berlaku,  Undang-Undang  Nomor  25  Tahun  1992  tentang
Perkoperasian  (Lembaran  Negara  Republik  Indonesia  Tahun  1992  Nomor  116,  Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
(2)  Peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran
Negara  Republik  Indonesia  Tahun  1992  Nomor  116,  Tambahan  Lembaran  Negara  Republik
Indonesia Nomor 3502) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan atau
belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini.
Pasal 123
Peraturan perundang-undangan sebagai pelaksanaan Undang-Undang ini  ditetapkan  paling lambat  2
(dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan. 
Pasal 124
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar  setiap  orang  mengetahuinya,  memerintahkan  pengundangan  Undang-Undang  ini  dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal ....... 200...
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR.H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO


Sumber: http://www.dpr.go.id/uu/delbills/RUU_RUU_tentang_KOPERASI.pdf
http://carapedia.com/pokok_pokok_perkoprasian_thn_1967_info1177.html

Sabtu, 23 Juni 2012

E-commerce

E-commerce atau bisa disebut Perdagangan elektronik atau e-dagang adalah penyebaran, pembelian, penjualan, pemasaran barang dan jasa melalui sistem elektronik seperti internet atau televisi, www, atau jaringan komputer lainnya. E-commerce dapat melibatkan transfer dana elektronik, pertukaran data elektronik, sistem manajemen inventori otomatis, dan sistem pengumpulan data otomatis.
E-dagang atau e-commerce merupakan bagian dari e-business, di mana cakupan e-business lebih luas, tidak hanya sekedar perniagaan tetapi mencakup juga pengkolaborasian mitra bisnis, pelayanan nasabah, lowongan pekerjaan dll. Selain teknologi jaringan www, e-dagang juga memerlukan teknologi basisdata atau pangkalan data (databases), e-surat atau surat elektronik (e-mail), dan bentuk teknologi non komputer yang lain seperti halnya sistem pengiriman barang, dan alat pembayaran untuk e-dagang ini.
E-commerce pertama kali diperkenalkan pada tahun 1994 pada saat pertama kali banner-elektronik dipakai untuk tujuan promosi dan periklanan di suatu halaman-web (website). Menurut Riset Forrester, perdagangan elektronik menghasilkan penjualan seharga AS$12,2 milyar pada 2003. Menurut laporan yang lain pada bulan oktober 2006 yang lalu, pendapatan ritel online yang bersifat non-travel di Amerika Serikat diramalkan akan mencapai seperempat trilyun dolar US pada tahun 2011.
Dalam banyak kasus, sebuah perusahaan e-commerce bisa bertahan tidak hanya mengandalkan kekuatan produk saja, tapi dengan adanya tim manajemen yang handal, pengiriman yang tepat waktu, pelayanan yang bagus, struktur organisasi bisnis yang baik, jaringan infrastruktur dan keamanan, desain situs web yang bagus, beberapa faktor yang termasuk:
1. Menyediakan harga kompetitif
2. Menyediakan jasa pembelian yang tanggap, cepat, dan ramah.
3. Menyediakan informasi barang dan jasa yang lengkap dan jelas.
4. Menyediakan banyak bonus seperti kupon, penawaran istimewa, dan diskon.
5. Memberikan perhatian khusus seperti usulan pembelian.
6. Menyediakan rasa komunitas untuk berdiskusi, masukan dari pelanggan, dan lain-lain.
7. Mempermudah kegiatan perdagangan
Beberapa aplikasi umum yang berhubungan dengan e-commerce adalah:
* E-mail dan Messaging
* Content Management Systems
* Dokumen, spreadsheet, database
* Akunting dan sistem keuangan
* Informasi pengiriman dan pemesanan
* Pelaporan informasi dari klien dan enterprise
* Sistem pembayaran domestik dan internasional
* Newsgroup
* On-line Shopping
* Conferencing
* Online Banking
Perusahaan yang terkenal dalam bidang ini antara lain: eBay, Yahoo, Amazon.com, Google, dan Paypal. Untuk di Indonesia, bisa dilihat tradeworld.com, bhineka.com, fastncheap.com, dll.

Manfaat dari e-commerce (perdagangan elektronik) itu sendiri adalah meningkatkan cutomer loyality, meningkatkan value chain, dapat menurunkan biaya dan melebarkan jangkauan
diseluruh masyarakat di dunia maya. Banyak kasus, perusahaan e-commerce akan bisa bertahan jika tidak hanya mengandalkan kekuatan produk saja, tetapi dengan adanya tim manajemen yang handal, pengiriman yang tepat waktu, pelayanannya juga bagus dan dari struktur organisasi bisnis dengan baik, dengan itu maka faktor yang termasuk didalamnya yaitu mempermudah kegiatan perdagangan di dunia maya.

Kamis, 03 Mei 2012

Children See. Children Do

most children in infancy to follow what they used to see in his daily life, whether negative or positive behavior they usually refer indirectly be done by them. to deter them from doing the usual negative adults, we as adults must keep ahead of their behavior.

Jumat, 30 Maret 2012

Introduce my self

My name is Reviantara Trijaya. You can call me Acong. I was born in Bekasi on 23 december 1992. I live in Bekasi. I have 3 siblings, two sister and one brother. My hobbies are listen the music and play football. I graduated from yadika 8 senior high school. Now i'm studying in Gunadarma University. My favourite foods are friedrise. My favourite drinks are lemon tea cause good for health. I really liked the movie romantic type or action.